Sabtu, 19 Februari 2011

Vy and Eye Lashes Extension

Terbangun dari tidurnya yang gelisah... menggeliat rasa dari relung hati untuk hentikan saja semua ini.. 

aq harus berani ambil sikap... ujar Vy dalam hati..

Vy merapihkan rambutnya.. mematut-matut wajahnya di depan cermin...

aq masih cantik, gumamnya... cantik seperti 10 tahun lalu... walaupun guratan halus pertanda usia bertambah mulai menggerogoti kecantikannya...

Cantik... kata yang di puja banyak wanita... demi kata itu, banyak wanita mengorbankan apa yang mereka punya... uang, waktu, bahkan rasa sakit..

Vy masih ingat, 2 hari lalu, dia melakukan "Eye lashes Extension" alias sambung bulu mata, padahal tidak ada yang salah dengan bulu matanya, vy lahir dengan bulu mata yang cukup panjang, yang mampu membuat iri banyak wanita, terutama kaum Tionghoa... Hanya saja Vy tau bahwa matanya adalah aset terbesarnya... ornamen paling  indah yang Tuhan tempatkan di wajahnya..., makanya vy bertekad untuk memperindahnya...

Apalagi tawaran dari pemilik salon yang mengatakan bahwa matanya bisa lebih indah lagi dengan sambung bulu mata, maka tanpa berpikir dua kali Vy setuju untuk melakukannya, lagipula pikirnya, ini cuma 100 Rb, jelas bukan harga yang mahal untuk sebuah kecantikan...

Demi alasan itulah Vy memberanikan dirinya untuk dipermak kapster salon selama satu jam, dia tidak lagi menghiraukan betapa bau lem peyambung bulu mata itu sudah membuat mata indahnya menangis selama 1 jam.. waktu yang sama yang Vy habiskan untuk menangisi mantan keduanya.. Dean.., tidak perlu makan waktu lama untuk melepas seseorang yang tidak benar2 qta cinta prinsipnya, toh dia cuma teman makan dan teman jalan saja..

Vy masih ingat betul bau lem itu, persis seperti kencing kuda, benar-benar membuatnya mual dan ingin muntah, tapi toh semua itu di tahannya, demi mendapatkan mata indah dengan bulu mata panjang dan lentik yang mampu memikat banyak orang, terutama lawan jenis... 

Hasil menahan sakit dan mual selama 1 jam itu memang benar2 mempesona, mata coklat hitam vy sudah dihiasi dengan bulu mata "palsu" yang panjang dan lentik, jelas menambah kecantikannya...Vy terlalu bahagia menikmati semua itu sampai-sampai ketika kapster salon menjelaskan konsekuensi dari bulu mata palsu tapi cantik itu, vy tidak lagi mendengarkan, dia terlalu sibuk melihat pantulan cermin didepannya...


keluar dari salon, vy berjalan dengan pongahnya, gemulai tubuhnya saja sudah menarik banyak perhatian, apalagi wajah cantik dan sepasang bulu mata palsu yang Vy miliki... Vy mampu membuat iri banyak wanita...Hatinya berbunga seperti waktu seorang laki2 memintanya untuk menjadi kekasihnya  bertahun2 lalu , ketika puluhan mata menatapnya kagum di sepanjang jalan, Vy bahkan menikmati lirikan para lelaki beristri yang notabene sedang menggandeng istrinya, Vy tidak lagi memperdulikan tatapan sengit para istri itu kepadanya.. peduli amat.. toh aq tidak menyelingkuhi suami kalian...

Tetapi, bencana itu baru dimulai ketika Vy hendak membersihkan mukanya di malam hari, Vy baru sadar kalau lem bulu mata palsu itu membuat sambungan antara bulu mata asli dengan yang palsu mengeras seperti tusuk gigi.. yang ketika mata indahnya  yang teriritasi busa sabun pencuci muka, vy bahkan tak bisa menghalau busa itu dengan tangannya, karna takut lempengan keras seperti tusuk gigi itu akan menusuk matanya... Vy pasrah ketika satu-satunya hal yang dapat ia lakukan hanya menyiramkan lebih banyak air ke mukanya, berharap busa-busa nakal itu segera pergi meninggalkan mata indah yang mulai memerah..Vy mengaduh pelan saat ia berusaha mengeringkan mukanya, Vy baru tau, kalo dia tidak dapat mengerjap-ngerjapkan matanya, karena setengah kelopak matanya, tertongka bulu2 mata palsu... akhirnya, proses pengeringan muka jadi menjadi 3 kali lipat lebih lama... arghhh this is not what i wanted ! Vy mulai kesal, tetapi dengan segera membujuk dirinya untuk sabar...


Acara sleeping beauty pun terganggu akibat kehadiran si bulu mata palsu, Vy tidak dapat mengucek2 matanya, karna lagi2, bulu2 mata palu itu kini bagaikan kawat kokoh yang berdiri di kulit kelopak matanya... Vy mengawali tidurnya dengan tangisan pelan dan hampir tak terdengar... sesekali berpikir untuk menyudahi saja penderitaan ini, tapi bagaimana dengan 100 rb yang sudah dikeluarkan untuk ini ??


Bencana sesungguhnya menghampiri pagi indah Vy, ketika kedua kelopak matanya sulit terbuka akibat cairan kotoran mata yang menumpuk, Vy ingat terakhir kali dia merasakan ini, kira2 20 tahun lalu, ketika ia kena campak... tapi ini bukan campak, ini kotoran yang keluar akibat penolakan mata indahnya terhadap kepalsuan bernama "bulu mata palsu ". Vy harus meraba dalam gelap, mencari handuk.. , beberapa kali menabrak barang2 dalam kamarnya, terantuk ke dinding dan terhempas ke lemari pakaian, sebelum akhirnya dia menemukan handuk kecil itu..., Vy pun masih berusaha keras untuk mencapai kamar mandi, dengan mata tertutup, lengket oleh kotoran bulu mata...


Buk, Vy terjatuh di kamar mandi, kakinya menabrak pembatas antara lantai kamarnya dan kamar mandi, benturan pelan tapi menyakitkan itu, pastinya akan meninggalkan bekas memar di dahinya... Vy sudah tak perduli.. mata ini harus terbuka !!.


1 jam, yah 1 jam.. itu waktu yang Vy perlukan untuk membuat matanya terbuka.. , rasa sakit yang bukan main harus Vy tahan, tak mudah membersihkan mata, ketika bulu2 mata palsu yang kini lebih mirip ijuk itu masih menancap di kulit kelopak matanya..., Tepat setelah matanya terbuka, Vy bergegas menuju cermin, penasaran dengan keadaan matanya... dan apa yang ia saksikan jauh dari cantik....


Mata indahnya meradang, merah, urat2 merah biru menghias bola matanya, kedua mata itu bengkak, mungkin  akibat infeksi, atau demo terhadap kecantikan palsu itu... Vy menangis.. sejadi2nya, menyalakan air kran sekencang mungkin, karena ia tak ingin seorang pun  mendengar tangisannya.. Seorang Vy, biasa menyembunyikan tangisnya...


Kembali ke kamarnya, Vy sudah membulatkan tekad untuk melepas semua bulu mata palsu itu...dan didepan cermin, proses itupun dengan nekat dilakukannya... tetes air mata mengalir setiap kali vy berusaha melepaskan bulu mata palsu itu dari bulu mata aslinya, apalagi bulu mata vy itu banyak, vy secara genetika lahir dengan banyak bulu2 halus di badannya, bulu matanya pun jelas tidak sedkit, tak terhitung lagi berapa banyak tetes air mata yang tertumpah... Vy terlalu perih untuk menghitung...


Ketika semua itu selesai... Vy mendapati setengah dari bulu mata aslinya pun ikut tercabut... kelopak matanya kini dihiasi bulu2 mata yang setengah botak !!, harga yang terlalu mahal untuk sebuah kecantikan...


Butuh waktu seminggu untuk menghilangkan sakit dan perih di kedua mata vy, dan 3 bulan untuk menunggu bulu2 matanya kembali normal.. dan seumur hidup pelajaran berharga untuk tidak mengorbankan apapun demi tampil cantik...


tapi , Vy belajar sesuatu, waktu dia mencabut bulu2 mata palsu itu, dan bulu2 asli ikut tercabut, dia belajar sesuatu..


Kepalsuan... betapapun cantiknya... harus di cabut, rasa sakit dan perih yang qta rasakan saat kepalsuan itu diangkat, adalah pelajaran karna qta membiarkan kepalsuan itu hinggap, dan ketika kepalsuan itu sudah tidak ada lagi, betapa jeleknya pun kebenaran (Seperti kelopak mata vy yang setengah botak), tetap jauh lebih cantik dan "nyaman" di bandingkan kepalsuan..


Semoga tulisan ini bermanfaat :)

READ MORE - Vy and Eye Lashes Extension

Jumat, 18 Februari 2011

Teacher, please read this !

True Story — Worth Reading !!! At the prodding of my friends, I am writing this story. My name is Mildred Hondorf. I am a former elementary school music teacher from Des Moines , Iowa .. I’ve always supplemented my income by teaching piano lessons-something I’ve done for over 30 years. Over the years I found that children have many levels of musical ability. I’ve never had the pleasure of having a prodigy though I have taught some talented students.

However I’ve also had my share of what I call “musically challenged” pupils. One such student was Robby. Robby was 11 years old when his mother (a single Mom) dropped him off for his first piano lesson. I prefer that students (especially boys!) begin at an earlier age, which I explained to Robby.

But Robby said that it had always been his mother’s dream to hear him play the piano. So I took him as a student. Well, Robby began with his piano lessons and from the beginning I thought it was a hopeless endeavor. As much as Robby tried, he lacked the sense of tone and basic rhythm needed to excel But he dutifully reviewed his scales and some elementary pieces that I require all my students to learn.

Over the months he tried and tried while I listened and cringed and tried to encourage him. At the end of each weekly lesson he’d always say, “My mom’s going to hear me play someday.” But it seemed hopeless. He just did not have any inborn ability. I only knew his mother from a distance as she dropped Robby off or waited in her aged car to pick him up. She always waved and smiled but never stopped in.

Then one day Robby stopped coming to our lessons.
I thought about calling him but assumed because of his lack of ability, that he had decided to pursue something else. I also was glad that he stopped coming. He was a bad advertisement for my teaching!

Several weeks later I mailed to the student’s homes a flyer on the upcoming recital.. To my surprise Robby (who received a flyer) asked me if he could be in the recital. I told him that the recital was for current pupils and because he had dropped out he really did not qualify. He said that his mother had been sick and unable to take him to piano lessons but he was still practicing “Miss Hondorf I’ve just got to play!” he insisted.

I don’t know what led me to allow him to play in the recital. Maybe it was his persistence or maybe it was something inside of me saying that it would be all right. The night for the recital came. The high school gymnasium was packed with parents, friends and relatives. I put Robby up last in the program before I was to come up and thank all the students and play a finishing piece. I thought that any damage he would do would come at th e end of the program and I could always salvage his poor performance through my “curtain closer.”

Well, the recital went off without a hitch. The students had been practicing and it showed. Then Robby came up on stage. His clothes were wrinkled and his hair looked like he’d run an eggbeater through it. “Why didn’t he dress up like the other students?” I thought. “Why didn’t his mother at least make him comb his hair for this special night?”

Robby pulled out the piano bench and he began. I was surprised when he announced that he had chosen Mozart’s Concerto #21 in C Major. I was not prepared for what I heard next. His fingers were light on the keys, they even danced nimbly on the ivories. He went from pianissimo to fortissimo. From allegro to virtuoso. His suspended chords that Mozart demands were magnificent! Never had I heard Mozart played so well by people his age. After six and a half minutes he ended in a grand crescendo and everyone was on their feet in wild applause.

Overcome and in tears I ran up on stage and put my arms around Robby in joy. “I’ve never heard you play like that Robby! How’d you do it? ” Through the microphone Robby explained: “Well Miss Hondorf Remember I told you my Mom was sick? Well, actually she had cancer and passed away this morning And well . . . She was born deaf so tonight was the first time she ever heard me play. I wanted to make it special.”
There wasn’t a dry eye in the house that evening. As the people from Social Services led Robby from the stage to be placed into foster care, noticed that even their eyes were red and puffy and I thought to myself how much richer my life had been for taking Robby as my pupil.

No, I’ve never had a prodigy but that night I became a prodigy. . .. Of Robby’s. He was the teacher and I was the pupil for it is he that taught me the meaning of perseverance and love and believing in yourself and maybe even taking a chance in someone a nd you don’t know why.

Robby was killed in the senseless bombing of the Alfred P. Murrah Federal Building in Oklahoma City in April of 1995. And now, a footnote to the story.

If you are thinking about forwarding this message, you are probably thinking about which people on your address list aren’t the “appropriate” ones to receive this type of message. The person who sent this to you believes that we can all make a difference. So many seemingly trivial interactions between two people present us with a choice: Do we act with compassion or do we pass up that opportunity and leave the world a bit colder in the process?

You have two choices now:
1. Delete this.
2. Forward it to the people you care about.

You know the choice I made. Thank you for reading this
May God bless you today,tomorrow and always
*********
If God didn’t have a purpose for us.
We wouldn’t be here!
READ MORE - Teacher, please read this !

Rabu, 16 Februari 2011

Kenek Dudulz Vs Penumpang Dodol

percakapan ini terjadi pukul 15.00 bbwi, di dalem bus Mini**** Kp. Rambutan - Bogor, yg menembus hujan deras dengan kecepatan 60-80 km/jam.. so, lets begin..

Situation :
Ada sepasang suami istri lanjut usia, kira2 55-60 thn umurnya, bersama 1 orang anaknya (perkiraan gw doank :D ) kira2 umur 30 tahunan gitu deh... , tiga orang ini sepertinya naik bus sebelum gw, yg anaknya duduk sebelah gw, bapak ibunya dibelakang gw... , kayanya sih mereka dah bayar bus jauh sebelum gw naik bus itu :D, kira2 pas bus mau masuk Pomad (masih daerah bogor juga sehh )..

Kenek : Pak.. pak ! (sambil nepuk bapak yg duduk dibelakang gw )
Bapak : Ya, kenapa ? (sambil ngasih muka pelengo.. alias innocent )
Kenek : Katanya turun Pomad ? ini udah Pomad Pak !
Bapak : Bukan, depanan lagi..
Kenek : Depan mana ? Terminal ?
Bapak : Iya terminal..
Kenek : (Diem sebentar kira2 30 detik.. trus nepuk pundak bapak itu lagi )
Pak ! ongkosnya kurang 6 ribu !
Bapak : Kenapa Kitu ?
Kenek : Kan tadi bilangnya Pomad, jadi saya suruh bayar ongkos Pomad, kalo ke terminal, satu orang kurang 2 rb..
Bapak : Oooo, tunggu bentar.. 

Si bapak keliatan bingung dan mikir , trus nengok ke istrinya Bapak : Bu,Pomad daerah Bogor yah ?
Ibu   : Iya pak..
Bapak : ( Sambil manggil kenek ) Jang, kesini !
Kenek : Iya pak ??
Bapak : Pomad masih daerah bogor yah ?
Kenek : Iya
Bapak : terminal bogor juga kan ?
Kenek : Iya pak ..
Bapak : kalo gitu saya ga perlu bayar lagi, kan sama2 di Bogor juga..
Kenek : ?????

( Gw, Sopir + beberapa penumpang, ngakak sejadi2nya.... wkwkwkwkwk, hari gini, masih ada aj orang2 yang kaya bgini :D )
READ MORE - Kenek Dudulz Vs Penumpang Dodol